Saturday, March 7, 2015

[Review] Koala Kumal



Judul: Koala Kumal
Penulis: Raditya Dika
Penerbit: Gagasmedia
Tebal: x + 250 hlm
Genre: Humor, Personal Literature
Cetakan: Kedua, 2014
ISBN: 979-780-769-X
Rate: 4/5 Bintang

*** 

Koala Kumal, buku ketujuh Raditya Dika ini bercerita mengenai kisah-kisah pribadinya seperti biasanya dengan style humor beliau. Buku-buku beliau sebelumnya selalu laris di pasaran, begitu juga dengan Koala Kumal ini. Banyak pembaca dan penggemar Raditya Dika menyempatkan untuk menunggu hingga larut malam untuk Pre-Order buku tersebut. Antusias yang rasanya lebih besar dari buku sebelumnya Manusia Setengah Salmon. Ya, bagaimana tidak? Setelah tiga tahun lamanya setelah buku terakhirnya tersebut kini muncul dengan Koala Kumal. Penantian dari banyak pembaca terutama fans-fans-nya. 

Di buku terbarunya ini gue rasa Raditya Dika melakukan hal baru mengenai cerita-ceritanya tersebut. Dibanding dengan buku-buku sebelumnya, gue rasa bukunya kali ini tidak begitu banyak humor yang disajikan. Rasanya sangat jauh sekali dengan buku pertamanya yang membawa beliau ini bisa menjadi seorang comic, sutradara, penulis skenario, dan aktor seperti sekarang. Memang proses yang cukup panjang, kalau dulu orang menggambarkan Raditya Dika dengan Kambing Jantannya, kini gue mulai menggambarkan beliau dengan Koala Kumalnya.

Seperti yang gue bilang tadi, proses seorang Raditya Dika yang sudah dikenal masyarakat luas cukup panjang. Nah, prosesnya itu kini menjadi buah hasil Koala Kumal, dengan kata lain seluruh perjalanan seorang Raditya Dika masuk dan merasuki bukunya tersebut. Gamblang-nya begini, Kambing Jantan itu hasil dari seorang Blogger bernama Raditya Dika. Koala Kumal ini hasil dari seorang comic, penulis skenario, sutradara, dan aktor bernama Raditya Dika.

Kalau pembaca setia Raditya Dika dari Kambing Jantan atau bahkan waktu masih berbentuk blog kalian mungkin melihat perbedaannya dengan buku-buku beliau terakhir-akhir ini. Mungkin kalau gue bisa bilang start-nya dari Marmut Merah Jambu. Rasa humor atau komedinya mulai tertata dengan style stand up comedy. Nah di Koala Kumal gue melihat ada faktor yang sedikit filmis, mungkin suatu saat kalau difilmkan seperti buku-buku sebelumnya seperti Cinta Brontosaurus, Marmut Merah Jambu, atau Manusia Setengah Salmon akan lebih mudah. Hal ini mungkin karena pengaruh beliau yang sudah merasakan menjadi seorang sutradara, tetapi gue akhirnya berpikir buku ini gak akan dibuatkan filmnya. 

Mengapa? 

Koala Kumal ini terlalu kompleks, kalaupun ingin dibuat film akan butuh banyak penyederhanaan, mungkin hanya menggambil inti dari Koala Kumal itu sendiri dan menggembangkan dengan cerita yang benar-benar berbeda. Mungkin akan seperti Manusia Setengah Salmon (mungkin). Tetapi mungkin saja gue yang berpikiran aneh, pada akhirnya memang film-film Raditya Dika itu harus melakukan penyederhanaan yang gak mudah. 

Dari 12 judul yang ada di Koala Kumal hampir semuanya serasi, dengan kata lain semuanya hampir menggabungkan ide-ide dari Koala Kumal itu sendiri. Ada tiga judul yang paling gue sukai.

Pertama ada LB, dari judulnya sempat membuat bingung, tetapi perlahan gue mulai tahu cerita ini mengenai apa. Di sini menurut gue cerita yang paling sedikit unsur humornya tetapi gue yang membaca sedikit membayangkan apabila gue berada di posisi Radit saat itu. Rasanya untuk kabur dari situasi itu sangat susah.Walaupun sebenarnya gue terbuka dengan orang-orang LGBT ini tetapi rasanya dengan situasi Radit yang gak tahu menahu lalu dipertemukan oleh sebuah app pencari teman kencan rasanya aneh saja. 

Kedua itu Perempuan Tanpa Nama. Gue di sini membacanya sambil mengingat-ingat apa pernah gue mengalami hal-hal serupa dalam cerita tersebut. Dari cerita itu pula gue terinspirasi untuk menulis tentang cerita mengenai sebuah nama, judulnya Nama yang Terlupakan. Di cerita Perempuan Tanpa Nama ini gue sedikit merasakan hal yang sama bila gue lagi-lagi berada di posisi yang sama seperti Radit. 

Terakhir adalah Patah Hati Terhebat. Mungkin ini cerita sepenuhnya bukan punya Radit sendiri, tetapi ini cerita berbeda dari cerita-cerita yang sudah ditulis Radit selama ini (mungkin). Gue melihat sisi emosi Trisna di situ, dan Radit menuliskannya dengan sungguh hati-hati walau masih stick-with-his-style tanpa menghilangkan emosi dan esensi dari cerita tersebut. 

Judul-judul tersebutlah yang rasanya membuat gue terkesan, bahkan salah satunya menjadi inspirasi satu tulisan di blog gue, mengisi blog baru ini. Seperti gue bilang, buku ini hasil dari seluruh usaha Raditya Dika selama ini. Bahkan setelah mengetahui inti dan di balik ide Koala Kumal ini gue akan bilang buku-buku Radit yang selanjutnya akan sefilosofis Koala Kumal ini. Sebenarnya sudah dimulai dari Marmut Merah Jambu sih, tetapi yang satu ini rasanya sangat filosofis. 

Jadi siapa yang belum membaca Koala Kumal ini? Kalau kalian pembaca atau bahkan penggemar Raditya Dika kalian harus membaca ini dan mulai berpikiran bahwa Raditya Dika itu gak bodoh atau sekonyol yang kalian pikirkan sejak di Kambing Jantan. Beliau sudah mengalami proses yang cukup panjang hingga ke titik yang sekarang ini, dan rasanya gak akan ada lagi yang bisa meniru-niru beliau lagi mengenai gaya penulisan beliau yang sekarang (kecuali kalian melakukan proses beliau yang cukup panjang tersebut). 

Gue gak akan berlebihan memberi bintang (nilai) di bukunya kali ini. Cukup dengan 4 dari 5 bintang, rasanya sudah pas. Ayo beli bukunya, gak ada kata "terlambat" untuk membaca buku ini. Seperti buku-buku beliau sebelumnya, kapan pun kalian baca akan tetap bisa membuat kalian tertawa.


Terima kasih dan maaf bila banyak yang luput atau salah dari pemikiran gue. 

21 comments:

  1. Gue udah punya bukunya dan memang ngerasain perbedaan yang signifikan dari buku-buku dia sebelumnya. Lebih rapi, detail dan filoaofis. Fase ngakak masih intens, tapi bikin mikir juga. Lumayan oke lah. Review nya oke nih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. That is! Walau sudah filosofis masih ada beberapa adegan yang bisa bikin pembacanya ketawa.

      Thanks for the comment~

      Delete
  2. Wah kaya gini ya caranya review. Ada aturan khusus gak sih kalau mau review sesuatu?
    Good review, anyway!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya gak ada aturan khusus sih, inipun gak tahu sudah benar belum tata cara me-review. Dari dulu kalau review saya tulis begini sih.
      Thanks sudah dibaca ^^

      Delete
  3. satupun buku raditya dika belum kubaca ....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo dibaca, gak ada kata terlambat hehe.

      Delete
  4. good review,
    bukunya kian dewasa (dan kian -mengusahakan- untuk perfilman)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar kan? Makin diusahakan untuk dapat ditampilkan ke film~
      Thanks~

      Delete
  5. Gue udah punya buku 'Koala Kumal' ini, dan tentu saja sudah membacanya, dan ini buku Dika kali pertama gue baca. Dan menurut gue, overall, keren. Sampai-sampai setelah baca buku juga bikin ada aja bahan tulisan untuk di blog.
    BAB yang paling gue suka itu sama dengan author, lebih tepatnya yang nomor 2. Perempuan Tanpa Nama. Nah, dari bab ini gue jadi flashback dengan perempuan yang membuat gue kagum dan ga tau namanya siapa. Dan dari bab ini gue terinspirasi dan menghasilkan sebuah cerita.


    btw, reviewnya keren.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wiih sama nih inspirasinya dari bab Perempuan Tanpa Nama juga? Hehe.
      Ayo dibaca buku Raditya Dika yang lainnya~

      Delete
  6. wih. gua juga udah buat review novel ini nih. emang keren banget novel ini. filosofis juga.
    gua juga paling suka bab patah hati terhebat. nyeseknya tuh dalem banget. tapi, menurut gua, komedinya tetap bagus kok.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itulah hebatnya Radit, walau bisa menulis secara filosofis tapi rasa humornya tetap dipertahankan.
      Thanks sudah membaca review-nya~

      Delete
  7. gue juga pernah buat postingan tentang koala kumal.
    gue cukup menyukai buku ini, apalagi bab perempuan tanpa nama.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah kan, sepertinya dari semua pembaca cowok Koala Kumal ini langsung terpikat sama bab Perempuan Tanpa Nama tersebut. Gak ngerti deh itu Radit bisa kepikiran ide itu darimana.
      Thanks sudah mampir dan baca review-nya~

      Delete
  8. Gua udah baca bukunya dan emang banyak perbedaan dari buku-buku sebelumnya.
    Radit di sini terlihat lebih "serius" dan filisof tapi tanpa menghilangkan humor khas-nya dia

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terlihat "serius" walau sebenarnya gak seserius itu hahaha
      Thanks sudah mampir~

      Delete
  9. Yang Perempuan Tanpa Nama itu pernah gue alamin. Kadang, gue sesekali pergi ke tempat di mana melihatnya, dengan harapan dia akan muncul dan bisa diajak kenalan. Karena faktor usia mungkin kali ya, makanya unsur filosofis dan kedewasaannya semakin banyak kali ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha betul tuh. Mungkin memang benar usia deh, apalagi sepertinya sudah serius tuh sama pacarnya yang kali ini, tinggal nunggu nikah tuh. Nah setelah itu gak ngerti deh fase cerita seorang Raditya Dika seperti apa, penasaran~

      Delete
  10. Iya bener bukunya Raditya Dika yang ini serasa beda gitu humornya di kurangin. feel nya yang ditambahin. Mungkin karena Raditya dika tambah tua kali ya hihi

    ReplyDelete