Thursday, November 22, 2018

Satu Bab dari Judul yang Tidak Rampung saat Nanowrimo 2017

BAB X1 – HEADS (PU)
Sebuah ruangan dengan pintu hitam pekat terasa sangat misterius. Di pintu tersebut terdapat papan metalik dengan grafir kata, tertulis HEADS. Seseorang melangkah mendekat ruangan tersebut dan berhenti di depan pintu, melirik kanan dan kirinya, memastikan tidak ada siapa-siapa di sekelilingnya. Sosok pria itu mengetuk pintunya tiga kali, terdengar seseorang dari dalam.
Pintu terbuka.
Bagaimana keadaan?”
Semua persiapan sudah mendekati akhir,” ucap pria yang baru saja memasuki ruangan tersebut.
Pria tersebut sedang menghadap meja dan kursi yang cukup besar di hadapannya. Di kursi tersebut terdapat sosok pria yang terlihat lebih tua darinya. Sedang menatapnya serius dengan kharismanya yang ada.
Lalu? Mengapa kamu ke sini?”
Ada tamu dan beliau menunggu di ruang tunggu. Apa saya panggilkan ke sini, Master Heads?”
Siapa?”
Beliau menyebut dirinya Titor Junior.”
Pria dengan sebutan Master Heads tersebut sedikit termenung mendengar nama tersebut. Heads merasa ada yang aneh dengan nama tersebut. Nama tersebut seharusnya tidak ada, ia tahu betul. Ia berasumsi bahwa ada orang tersebut sedang menyamarkan namanya.
Selagi saya tak ada kerjaan, mungkin boleh kamu panggil orang tersebut ke sini. Saya penasaran.”
Pria tersebut keluar ruangan. Heads masih berpikir panjang dan mengetik pada komputernya. Titor Junior. Ia memastikan memang tidak ada nama tersebut dalam database rahasianya. Siapa yang memakai nama orang tersebut?
Pintu pun kembali tedengar terketuk.
Sosok pria lain masuk ke dalam ruangan tersebut dengan ekspresi datarnya. Heads menghela napasnya berat sembari menyentuh kepalanya.
Saya kira siapa, ternyata anda yang bernama Titor Junior.”
Oh, come on. Tidak usah terlalu formal seperti saat pertama kali bertemu. Bukankah kita teman?”
Pria yang menyebut dirinya Titor ini mendekat dan duduk di hadapan Heads tanpa sungkan. Seakan pertemuan seperti ini layaknya pertemuan biasa.
Heads, nama yang aneh,” ucap Titor melihat plakat nama di meja tersebut.
Bercerminlah!”
Setidaknya nama ini punya sejarahnya di sini.”
Lalu, mengapa repot-repot datang kemari, perjalanan yang cukup jauh, bukan?”
Titor menatap Heads dengan penuh keseriusan yang ada. Tidak menyangka bahwa dirinya bertemu dengan situasi yang rumit seperti ini. Situasi yang mungkin tidak terbayangkan olehnya di sini.
Seperti biasa. Selalu tanpa basa-basi. Straight to the point,” ucap Titor yang merasa dirinya tidak siap.
Heads hanya menatap balik tatapan Titor tersebut. Acuh dengan pernyataan Titor barusan. Setidaknya Ia membenarkan fakta tersebut. Sudah kebiasaan.
Tujuanku di sini? Menghentikanmu.”
Sudah kuduga, tapi yang jelas ini semua perintah atasan. Aku dikirim ke sini untuk menjalankan misi rahasia ini. Aku tak tahu siapa yang membocorkan ini kepadamu, tetapi aku tidak akan berhenti,” ucap Heads.
Tapi ini semua salah! Masih ada cara lainnya. Kamu tahu ini terlalu beresiko, tidak akan ada yang tahu hasilnya bagaimana. Semuanya akan berubah!”
Bukankah itu yang menyenangkan. Mengubah semua, bermain sebagai Tuhan.”
Sudah kuduga kamu akan berkata demikian.”
Titor merasa tidak ada gunanya.
Oh dan satu hal lagi, aku tidak akan membiarkanmu begitu saja.”
Heads membuka salah satu laci mejanya dan mengambil benda yang sudah lama bersarang di sana. Akhirnya waktunya tiba untuk dipakai di saat yang tepat. Dia mengeluarkannya dari laci dan menyiapkan element terpentingnya.
Ouch, revolver. Klasik.”
Seperti dugaan Titor, dirinya sudah memperhitungkan resiko ini bahwa ia tidak akan dapat kembali ke tempatnya. Dirinya tahu, tetapi untuk terakhir kalinya ia ingin melihat temannya tersebut, berusaha berbicara padanya, memperingatinya. Hanya saja, temannya tersebut sudah bertekad besar dengan apa yang harus dilakukannya.
Sebagai temannya Titor sudah melakukan apa yang dirinya bisa. Bahkan pergi menghampiri temannya di sini adalah perjuangan besar walau memakan banyak yang berharga. Baginya itu yang pertama dan yang terakhir bermain dengan nyawa.
Kini nyawanya yang diancam, terancam.
Tidak ada efeknya bukan bila aku membunuhmu di sini?” tanya Heads sambil mengangkat revolver-nya tersebut menghadap Titor.
Oh tentu tidak, tapi ingat satu hal. Yang bisa mengalahkanmu hanya aku seorang. Kita akan berjumpa lagi.”
Aku menunggunya!” ucap Heads menarik pelatuk revolver-nya.
Pelurunya melesat menuju tepat di dada kiri Titor. Seakan waktu berjalan lambat, Titor untuk yang terakhir kalinya melihat temannya tersebut dengan tersenyum. Sampai di sini pun temannya itu masih bersikap baik padanya, dirinya mengincar jantung di bandingkan otak. Ia tahu bahwa dirinya akan bertemu kembali lagi di alam sana. Dirinya menebak salah satu dari dua tempat suci, neraka. Tempat yang pantas untuk kedua orang tersebut.
...... Octavius.”