Sunday, January 22, 2017

Rintik Air Terakhir Itu


Bagai malam menyambut fajar, maaf bila mengganggu mimpi malammu yang nyenyak. Aku hanya ingin terjaga dan melihat wajahmu yang mungkin untuk terakhir kalinya. Firasatku mengatakan bahwa aku tidak bisa kembali di sampingmu lagi. Lekuk wajahmu akan kuingat selalu, walau mungkin kamu akan melupakan bentuk rupaku.

Sekalipun aku tidak ingin meninggalkanmu, percayalah. Aku bahkan tidak berniat melupakan seulas senyummu itu, percayalah. Dan juga matamu yang bersinar itu, walau rintik air keluar darinya, percayalah. Ini terakhir kalinya aku mengusap air matamu, tolong berhentilah. Aku tidak ingin mengingat perpisahan seperti ini, maka berhentilah dan aku hanya ingin melihat senyummu. 

Memohonlah pada keyakinanmu untuk membawaku pulang bila kamu ingin bertemu denganku lagi. Mungkin Tuhan akan mendengarnya dan aku berada di sisimu, di hadapanmu, atau mungkin di belakangmu, dalam wujud yang berbeda. Aku dengar Tuhan selalu akan memberikan apa yang menjadi hakmu kelak. Berpikirlah bahwa salah satunya adalah diriku. 

Waktunya tiba sudah untuk pergi, hujan datang untuk menjemput. Maaf. Maaf. Maaf. Yang keempat akan kuucapkan bila kita bertemu lagi. Yang kelima bila suatu saat nanti aku menghilang lagi. Begitu seterusnya hingga kita sama-sama tidak bertemu kembali. 

Rintik air terakhir di luar sana batas waktuku untuk berada di sisimu. Aku harap kamu akan selalu mengingatnya walau terasa perih, tetapi di sana aku akan melewati masa yang sama denganmu. Perasaan yang sama denganmu. Dan mungkin perih yang sama dengan yang kamu rasakan.

Terima kasih, karena aku merasa aku akan melewati semua ini seperti yang sudah kita lewati. Pada akhirnya kita memang bersama walau tempatnya sudah bukan tempat yang sama denganmu. Dan seperti ucapanku, aku tidak sepenuhnya meninggalkanmu, percayalah.


No comments:

Post a Comment